Penulis : Ayu Utami
“Timur dan Barat pastilah
konsep yang amat ganjil sebab kita berbicara tentang kesopanan sambil
telanjang”
Saman
Isu feminisme dan
LGBT sedang santer-santernya dibicarakan dan tidak habis menjadi perdebatan di semua
kalangan, literatur bertema feminisme dan LGBT juga sudah muncul kepermukaan,
walaupun di Indonesia sendiri baru sampai pada literatur feminisme yang muncul
kepermukaan rasanya akan sulit bagi literatur bergenre LGBT untuk muncul kepermukaan,
terlebih lagi masyarakat kita kurang menerima apa yang bertentangan dengan
dogma agama dan kurang menjungjung keterbukaan.
Jika membahas feminisme dalam literatur di Indonesia
tidak lengkap rasanya jika tidak membaca buku Ayu Utami, karyanya yang berjudul
Saman yang pertama kali dicetak tahun 1998, buku ini berlatar pada masa Orde
Baru dan rasanya sangat berani untuknya mengangkat isu Feminisme terlebih lagi
sangat eksplisit dan kontroversial dan menjadi perdebatan dikalangan sastrawan
sendiri.
` Menceritakan tentang Saman sebagai tokoh utama yang mana,
Saman sendiri adalah mantan pendeta yang dulunya bernama Wisanggeni, perjalanan hidupnya selama
menjadi pendeta hingga pada akhirnya dia menjadi buronan, karena memperjuangkan
apa yang menurutnya benar dan membela hak-hal masyarakat mengharuskannya
berganti nama sehingga ia memilih nama Saman.
Saman mengenal empat gadis yang saling berhubungan dalam
novel ini yakni Laela, Shakuntala, Cok dan Yasmin. Mereka berempat adalah teman
sejak kelas enam SD, Shakuntala paling tinggi di antara mereka, Laela paling kecil, Yasmin yang paling bagus nilai
rapornya, dan Cok yang paling genit diantara mereka berempat.
Pada saat dewasa mer eka
berempat memilih jalannya masing-masing, Laela bekerja sebagai fotografer dan
mendapat kontrak untuk bekerjasama dengan perusahaan pengebor minyak disana ia
bertemu dengan Sihar seorang pekerja yang bekerja disana, namun ia sudah
memiliki istri dan meskipun begitu mereka tetap menjadi hubungan dengan Laela
yang merasa tidak harus bagaimana hingga ia membawa kebingungannya tersebut
sampai ke New York. Shakuntala adalah seorang wanita yang sakit hati dengan
ayahnya karena dibuang ke kota asing yang tidak ia kenali Shakuntala memiliki
pendirian yang kuat tentang sex dan percintaan. Cok adalah wanita yang sering
bergonta ganti pasangan sampai ia ketahuan orang tuanya dan sekolahnya
dipindahkan semasa dia remaja. Yasmin adalah sosok yang akan membantu Saman
untuk meloloskan diri dengan background-nya
yang bekerja di bidang hukum, hingga akhirnya Yasmin merasakan sesuatu yang
berbeda pada diri Saman dan merasa nyaman dengannya walaupun ia sudah memiliki
suami dan keterbatasan jarak yang saling memisahkan antara dirinya dengan
Saman.
Rasanya nilai yang terkandung dalam novel ini tidak diragukan
lagi, meskipun jalan ceritanya yang loncat-loncat dan terkadang membuat saya
bingung, novel ini memiliki sesuatu yang berbeda, dengan mengangkat sex dan hal
tabu dalam diri wanita pada umumnya. Tidak terlepas dari perdebatan banyak
tulisan yang memojokan novel Ayu Utami ini, terlebih lagi Ayu Utami yang
dulunya memilih untuk tidak akan menikah dan sekarang sudah menikah, seakan
melanggar prinsipnya sendiri, juga dalam novel ini disuatu titik daya
berkesimpulan bahwa wanita dapat memuaskan dirinya tanpa seorang laki-laki
sekalipun, terlebih lagi wanita terkadangan melupakan dirinya sendiri dalam
mencari kepuasan dan terlalu sering mengutamakan pasangannya. Tulisan Vagina
Yang Haus Sperma misalnya, disana dengan jelas sekali bahwa novel Ayu Utami ini
seakan tidak konsisten dalam menggambarkan hal-hal eksplisit dalam wilayah
perempuan dibandingan dengan menggambarkannya pada seorang laki-laki.
Terlepas dari semua perdebatan tersebut, banyaknya
biblical story dan kosakata baru yang dapat kita serap, novel ini sangat layak
untuk dibaca, terutama bagi para wanita, agar memperluas wawasan tentang
feminismenya supaya tidak berhenti di fenimisme
rokok, semoga nilai-nilai positif yang dapat diambil dari novel ini dapat
merubah cara pandang kita terhadap wanita.